Ketika Cinta Berubah Jadi Benci
Katanya, cinta itu lawan dari benci. Benci lawan dari cinta. Antara cinta dan benci, saling berlawan-lawanan. Hubungan cinta dan benci yang seperti ini, perlu diselidiki. Apakah seperti hubungan antara malam dan siang? Atau laki dan perempuan? Jangan-jangan seperti benar dan salah: Bahwa cinta adalah benar, dan oleh karena itu, benci adalah salah. Apakah cinta itu baik, dan benci itu buruk?
Ketika Anas Urbaningrum mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat, kita tidak tahu apa perasaannya terhadap partai politik yang melambungkan namanya ini. Di berbagai kesempatan, dia selalu bilang bahwa perjuangan demokrasi harus terus ditegakkan. Ini berarti Anas cinta demokrasi. Kita pun yakin, Anas benci terhadap orang-orang yang “telah mendongkelnya”. Hati Anas, kalau begitu, terdiri dari cinta dan benci sekaligus. Cinta Anas pada satu obyek, kebenciannya pada obyek yang lain.
Ketika KPSI dan PSSI bersatu, kita cinta timnas dan persepakbolaan kita, tetapi kita benci pada orang-orang yang telah membuat kisruh persepakbolaan kita. Obyek cinta dan kebencian kita beda.
Anda punya kekasih? Atau belahan jiwa? Bagaimana kalau kekasih anda itu tiba-tiba selingkuh, tiba-tiba mengkhianati anda, padahal anda sangat mencintainya? Saya jamin, anda mencintainya sekaligus membencinya. Kalau begitu, cinta dan benci anda ada pada obyek yang sama.
Cinta dan benci mungkin memang berlawanan, atau bertentangan. Tetapi hubungan keduanya tak seperti hubungan laki-laki dan perempuan. Laki-laki bukan lawan dari perempuan. Di jaman jadul, memang ada pendapat laki dan perempuan itu berlawanan, hubungannya saling kuasa-menguasai. Tetapi di jaman kompasiana ini, laki-laki dan perempuan memiliki hubungan kemitraan.
Cinta dan benci juga tidak seperti siang dan malam, sebab siang bukan lawan dari malam, malam pun bukan lawan dari siang. Walau beda, siang datang mengganti malam, malam pun hadir mengganti siang. Hubungan siang dan malam adalah hubungan silih berganti.
Cinta dan benci adalah seperti kebaikan terhadap keburukan, kebenaran terhadap kesalahan. Dalam satu jiwa, sesungguhnya kita tidak bisa mencintai dan membenci satu obyek secara sekaligus walau secara kasat mata obyek tersebut sama. Satu obyek itu pasti terpecah menjadi dua bagian: Bagian yang menjadi sebab cinta, dan bagian yang menjadi sebab benci. Seperti ketika suami anda tak pulang-pulang padahal sudah larut malam. Anda cinta suami anda. Tetapi anda benci karena ia tak pulang-pulang.
Ketika kita mencintai dan membenci seseorang secara sekaligus, sesungguhnya yang terjadi adalah di waktu yang hampir sama, hadir perasaan cinta dan benci di hati kita pada orang itu. Kehadiran cinta mendahului benci, walau waktunya sepersekian detik di hati kita. Begitu pula sebaliknya, ketika benci berubah cinta, maka ke-ada-an cinta mensirnakan benci.
Yang menarik adalah, biasanya, oleh sebab yang sederhana dan sepele, rasa cinta bisa berubah menjadi benci. Sebaliknya, walau suatu obyek benar-benar memiliki kualifikasi untuk dicintai, ketika hati anda telah benci kepada obyek itu, maka akan sulit bagi anda untuk merubah kebencian anda menjadi cinta….
Ketika Anas Urbaningrum mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat, kita tidak tahu apa perasaannya terhadap partai politik yang melambungkan namanya ini. Di berbagai kesempatan, dia selalu bilang bahwa perjuangan demokrasi harus terus ditegakkan. Ini berarti Anas cinta demokrasi. Kita pun yakin, Anas benci terhadap orang-orang yang “telah mendongkelnya”. Hati Anas, kalau begitu, terdiri dari cinta dan benci sekaligus. Cinta Anas pada satu obyek, kebenciannya pada obyek yang lain.
Ketika KPSI dan PSSI bersatu, kita cinta timnas dan persepakbolaan kita, tetapi kita benci pada orang-orang yang telah membuat kisruh persepakbolaan kita. Obyek cinta dan kebencian kita beda.
Anda punya kekasih? Atau belahan jiwa? Bagaimana kalau kekasih anda itu tiba-tiba selingkuh, tiba-tiba mengkhianati anda, padahal anda sangat mencintainya? Saya jamin, anda mencintainya sekaligus membencinya. Kalau begitu, cinta dan benci anda ada pada obyek yang sama.
Cinta dan benci mungkin memang berlawanan, atau bertentangan. Tetapi hubungan keduanya tak seperti hubungan laki-laki dan perempuan. Laki-laki bukan lawan dari perempuan. Di jaman jadul, memang ada pendapat laki dan perempuan itu berlawanan, hubungannya saling kuasa-menguasai. Tetapi di jaman kompasiana ini, laki-laki dan perempuan memiliki hubungan kemitraan.
Cinta dan benci juga tidak seperti siang dan malam, sebab siang bukan lawan dari malam, malam pun bukan lawan dari siang. Walau beda, siang datang mengganti malam, malam pun hadir mengganti siang. Hubungan siang dan malam adalah hubungan silih berganti.
Cinta dan benci adalah seperti kebaikan terhadap keburukan, kebenaran terhadap kesalahan. Dalam satu jiwa, sesungguhnya kita tidak bisa mencintai dan membenci satu obyek secara sekaligus walau secara kasat mata obyek tersebut sama. Satu obyek itu pasti terpecah menjadi dua bagian: Bagian yang menjadi sebab cinta, dan bagian yang menjadi sebab benci. Seperti ketika suami anda tak pulang-pulang padahal sudah larut malam. Anda cinta suami anda. Tetapi anda benci karena ia tak pulang-pulang.
Ketika kita mencintai dan membenci seseorang secara sekaligus, sesungguhnya yang terjadi adalah di waktu yang hampir sama, hadir perasaan cinta dan benci di hati kita pada orang itu. Kehadiran cinta mendahului benci, walau waktunya sepersekian detik di hati kita. Begitu pula sebaliknya, ketika benci berubah cinta, maka ke-ada-an cinta mensirnakan benci.
Yang menarik adalah, biasanya, oleh sebab yang sederhana dan sepele, rasa cinta bisa berubah menjadi benci. Sebaliknya, walau suatu obyek benar-benar memiliki kualifikasi untuk dicintai, ketika hati anda telah benci kepada obyek itu, maka akan sulit bagi anda untuk merubah kebencian anda menjadi cinta….
Komentar
Posting Komentar